Kutu Terbacau- ini beberapa Contoh Cerpen
JANGAN MELIHAT KE ATAS
Cerewet,
ceroboh, baik, perhatian, suka menolong sesama, pintar, dan manis. Sebagian
besar orang menilai diriku seperti itu. Cantik? Aku tak yakin. Karena cantik
itu relatif, cantik menurut orang, belum tentu cantik menurut orang lain.
Pandangan dan penilaian masing-masing orang berbeda. Tapi, aku tetap bersyukur telah diberi nikmat
seperti ini oleh Allah SWT. Inilah aku, apa adanya!
Irma Saufi Haz merupakan nama yang
dipilih oleh orangtuaku dari sekian banyak pilihan nama. Mungkin menurut kalian
aku orangnya khas. Belum tentu hehe. Haz, ya aku! Aku berasal dari keluarga
sederhana yang tinggal di dekat pesisir pantai, Labuhan Haji. Banyak
teman-temanku menjulukiku sebagai “anak pantai”.
Aku mempunyai dua saudara laki-laki.
Aku adalah anak perempuan satu-satunya dan anak sulung di keluargaku. Dan juga
aku mempunyai orang tua yang sangat baik dan perhatian kepada anak-anaknya.
Tetapi aku selalu salah menafsirkan kebaikan dan perhatian mereka.
Orang tua yang marah kepada anaknya
bertujuan untuk memberi pelajaran kebaikan, dan agar tidak mengulangi kesalahan
yang dilakukan oleh anaknya itu. Tetapi aku beranggapan bahwa orang tuaku
membenciku. Astagfirullah.
Selama ini aku selalu saja begitu,
selalu berpikiran positif tentang mereka. Aku baru sadar sekarang, betapa baik
dan perhatiannya mereka kepadaku. Hampir semua yang aku minta, selalu dipenuhi
oleh mereka. Tetapi aku jarang membalas kebaikan mereka dengan kebaikanku juga.
Dan sekarang aku menyesal telah
durhaka kepada mereka. Karena aku tahu bahwa ridha Allah tergantung ridha orang
tua, terutama ibu. Jika orang tua tidak meridhai sesuatu yang menjadi keinginan
anaknya, maka Allah SWT juga tidak akan meridhai keinginn anak tersebut sebelum
kedua orang tuanya meridhainya. Subhanallah.
Kenapa penyesalan harus datang
belakangan? Kenapa tidak dari dulu saja aku berbakti kepada mereka? Kenapa
harus sekarang, di usiaku yang sudah beranjak remaja, kenapa? Kenapa? Aku menyesal,
Ya Allah! Aku menyesal selama ini telah berpikiran negatif dan selalu tidak
menuruti perintah mereka. Mungkin
mereka sangat terganggu dengan sifat burukku itu.
Aku tahu Allah Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Dosa hambaNya pasti akan diampuni selama hambaNya bertaubat
dengan sungguh-sungguh, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah ia
perbuat, terutama kesalahan yang aku perbuat. Dan aku sangat berharap, aku
salah satu hamba Allah yang meraih maghfirahNya. Aamiin Ya Rab.
Dulu sebelum aku sadar dan masih
selalu berpikiran negatif tentang orang tuaku, aku mengalami masa-masa hidup
yang sangat sulit. Meski ada sedikit kebahagian, tetapi lebih banyak kesulitan
yang aku temui. Meski aku kebahagian yang aku dapatkan merupakan berkah dari
Allah, tetapi itu belum lengkap jika kedua orangtuaku juga belum bahagia. Aku
mau, jika aku mendapatkan kebahagian kedua orangtuaku juga dapat bahagia dengan
kebahagiaanku itu.
Dan pada akhirnya aku menyadari
kenapa aku diberi cobaan yang berat seperti ini. Ya tentu saja karena sifat
burukku yang selama ini aku perbuat kepada orangtuaku. Setelah merenungkan
diri, dan aku pun mengambil keputusan untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Sebenarnya ini bukan pilihan, melainkan keharusan bagi seluruh umat Islam,
yaitu memelihara sifat baik dan menjauhi sifat buruk, terutama kepada orangtua.
Berbakti dan berpikiran positif kepada orang tua. Itulah yang aku mau saat
ini. Agar hidupku selanjutnya tidak mengalami kesulitan seperti sebelumnya. Aku
tidak lagi ingin membuat kedua orangtuaku kecewa kepada aku. Dan aku berharap
kedua orang tuaku juga bisa memaafkanku.
Aku percaya bahwa mereka akan
memaafkannku. Karena kelembutan hati orangtua tidak bisa ditandingi dengan
apapun di dunia ini. dan aku percaya
bahwa kasih sayang orangtua terhadap anaknya, terutama kasih sayang seorang ibu
akan ada sepanjang masa. Tidak mempunyai batas sampai kapanpun, unlimited!
Dan seberapa sering mereka disakiti
oleh anaknya, sesering itupun mereka mengampuni dan mendoakan agar anaknya
dapat berubah menuju kebaikan. Karena bagi orangtua, anak adalah segalanya.
Lebih berarti dari hidup dan mati mereka.
Perlahan demi perlahan, aku sudah
bisa meninggalkan sifat buruk itu. Sekarang aku mulai belajar untuk tidak
pernah menyakiti hati kedua orangtuaku. Dan sekarang yang ada dibenakku adalah
berbakti, membahagiakan, mencintai, mendoakan dan yang paling utama
menyenangkan hati kedua orangtuaku.
Allah SWT sangat adil. Saat aku
masih dihantui dan memelihara sifat burukku itu, aku kesulitan dalam belajar,
menerima pelajaran, dan tidak bisa mengaplikasikannya dalam keseharianku. Itu
semua terjadi saat aku masih duduk di banggu SMP. Di Sekolah Menengah Pertama
ini aku tidak terlalu berprestasi, tidak seperti sekarang. Aku hanya bisa
mendapatkan peringkat 8 besar di kelas.itupun
butuh kerja ekstra keras. Tetapi setelahnya tidak pernah dapat lagi. Selalu
diluar 10 besar kelas.
Dan setelah memuang semua sifat
buruk itu, Alhamdulillah berbanding 3600. Aku sangat cepat memahami
pelajaran, dan tidak kesulitan dalam belajar, terutama mengaplikasikannya dalam
keseharian. Lembaran baru ini dimulai saat aku sudah duduk di bangku SMA.
Aku sekolah di sekolah terpandang di
provinsiku, SMA Negeri 1 Selong. Hampir semua orang tahu bahwa sekolahku ini
adalah sekolah yang sangat hebat. Setiap kali mengikuti perlombaan, pasti ada
saja yang dimenangkan olehnya. Dan aku sangat bangga dapat meraih nilai tinggi
di sekolahku ini.
Semua berawal dari sekolah tercinta,
aku merasakan perubahan yang sangat drastic terjadi dalam diriku. Aku yang
dulunya tomboy, sekarang sudah tidak lagi. Mungkin teman-teman kelasku tidak
tahu bahwa dulunya aku adalah seorang cewek tomboy. Tetapi sekarang? feminim
banget hehe. Dan aku yang dulunya suka ngomong keras, sekarang sudah tidak
lagi.
Dari segi agama, dulu aku yang
jarang sekali mengaji, sekarang hampir setiap hari tidak bisa lepas dari kitab
suciku itu. Dan perlahan aku berusaha untuk menunaikan shalat-shalat diluar
shalat yang telah ditentukan oleh agamaku.
Dulunya aku shalat selalu mengulur waktu, tetapi sekarang selalu diawal
waktu, Alhamdulillah Ya Allah.
Perlahan demi perlahan, aku berubah
menjadi pribadi baru. Pribadi yang tidak lagi berkata keras, selalu berpikiran
positif kepada kedua orangtua dan pribadi yang tidak selalu kesulitan, baik
dalam belajar maupun dalam urusan lainnya.
“Allah tidak akan memberi ujian
diluar kemampuan hambanya.” Aku sangat yakin dengan kata-kata itu. Setelah
perubahan baik itu terjadi kepadaku, aku sangat sering diuji oleh penciptaku.
Mungkin Allah sedang menguji kesabaran, keimanan dan ketakwaanku kepadanya dan
kedua orangtuaku. Tetapi aku sadar, itu semua hanyalah ujian untuk membuktikan
kekonsistenanku terhadap perubahan yang sudah menjadi kewajibanku. Dan aku selalu berusaha berpikiran positif
terhadap semua cobaan yang terjadi. Aku lebih memikirkan hikmah dari semua
cobaan itu dibandingkan akibat buruk dari semuanya.
Dari semua pengalaman yang aku temui
setelah perubahan itu, pengalaman yang paling sulit ku lupakan adalah
pengalaman dimana aku gagal dalam mencapai keinginanku, menjadi sang juara
kelas. Karena tekad utamaku ingin menjadi juara kelas adalah untuk bisa
membahagiakan kedua orangtuaku. Aku ingin membahagiakan mereka dengan
prestasiku. Tapi semuanya gagal! Aku yang saat itu sangat yakin akan mendapat
gelar itu, bahkan teman kelasku sudah menebak,akulah sang juaranya.
“Aku yakin pasti Haz ranking 1
sekarang.” Hampir semua temanku berkata sama. Aku semakin senang. Di satu sisi
aku sudah sangat yakin dan di sisi lain semua teman-temanku juga ikut yakin
bahwa akulah sang juaranya.
Aku masih ingat dengan jelas, pada
hari pembagian hasil belajarku itu, mama memintaku untuk membelikan roti untuk
adikku.
“Pik,
beliin adik roti dulu, baru jalan.” Sambil menyodoran uang kepadaku. Aku dengan
santai menjawab
“Eh
Mama ini. Udah telat ini. Coba dari tadi.”
Aku langsung berpamitan dan meninggalkan mamaku. Aku tak tahu, mungkin saat itu
hati mamaku sangat kecewa dengan kesalahan yang tidak aku sadari itu.
Tibalah waktu yang sudah aku
nanti-nanti. Aku sangat terkejut, saat itu aku sampai menjatuhkan air mata
karena aku tahu, bahwa yang menjadi juara bukanlah aku. Pak guru sendiri yang
memberitahunya kepadaku. Hatiku hancur berkeping-keping mendengar kabar buruk
itu. Tentu saja buruk, kabar itu sangat tidak sesuai dengan keinginanku.
Saat itu aku tidak bisa menerima
kekalahanku. Aku sangat tidak percaya dengan semuanya. Aku merasa sedang di
alam mimpi yang sedang mimpi buruk. Dimana harapan, keinginan, dan cita-citaku
direbut oleh orang lain, yang tentu saja aku kenal. Dan aku merasa ada sesuatu
yang sedang menusuk dadaku. Aku merasakan kesakitan yang luar biasa. Sakit yang
tak pernah aku rasakan sebelumnya.
Akupun memberitahu kabar buruk itu
kepada orang tuaku. Dengan wajah yang penuh dengan senyum keikhlasan mereka
menjawab “Alhamdulillah, lain kali ditingkatkan lagi, nak.”
Coba
lihat mereka, mereka sangat bersyukur dan senang dengan nilaiku itu. Tetapi aku
sebaliknya, aku pun menangis di hadapan mereka. Karena aku merasa gagal membuat
mereka bahagia. Tetapi mereka tidak beranggapan begitu, mereka tetap bahagia
dengan prestasi yang aku capai meski di luar keinginanku.
“kenapa harus menangis, nak?
Bukankah juara empat itu sangat bagus? Bersyukurlah.”
Disaat seperti ini, saat hatiku sedang hancur
berkeping-keping, mereka masih memberi aku semangat, dan mengajarkanku untuk
banyak-banyak bersyukur.
“Tapi
aku mau juara satu, bukan empat. Malah semua temanku tak percaya. Mereka semua
yakin bahwa akulah sang juaranya.” Jawabku sambil terus menangis.
“Makanya,
tidak boleh terlalu senang dulu. Tidak boleh sombong. Mungkin tadi Opik sombong
karena semua teman sudah mengira akan jadi juara. Sudahlah, semester selanjutnya
lebih berusaha lagi. Belajar dengan giat dan jangan lupa untuk berdo’a kepada
Allah agar semua keinginan, harapan dan cita-cita Opik dikabulkan.” Nasihat
mamaku.Opik, adalah nama panggilan akrab dikeluargaku.
Semua kata mamaku benar. Aku yang
sudah yakin akan jadi juara sangat berbangga diri, menganggap bahwa akulah
juaranya, bukan orang lain. Astagfirullah. Aku berusaha menerima kekalahanku
itu dengan lapang dada. Aku terima dengan ikhlas karena penuh dukungan dari
orang tuaku. Toh juga masih banyak waktu untuk meningkatkan prestasiku.
“Aku yakin, suatu saat aku adalah
juaranya!” teriakku dalam hati. Dan orang tuaku pun sangat mendukung dan selalu
member semangat untukku. Karena semua orangtua pasti menginginkan anaknya
menjadi juara, entah itu jura yang aku inginkan atau juara lainnya. Dan mereka
semua berusaha agar anak-anak mereka dapat berprestasi dan membuat mereka bangga dengan prestasi
anak-anaknya itu.
Aku menyambut semester genap dengan
hati yang berbunga-bunga, karena aku akan memulai dan mewujudkan semua
keinginanku dari semester ini. Setelah melewati hari libur yang sangat
membosankan, akhirnya tiba saatnya untuk kembali ke sekolah. Aku yang penuh
tekad, bersemangat menyambut masa dimana kemenangan akan berpihak kepadaku.
D isini aku tidak semata-mata ingin
menjadi juara dan mendapatkan nilai bagus, tatapi tujuan utamaku adalah untuk
mendapatkan ilmu yang bermanfaat yang nantinya dapat aku ajarkan dan terapkan
di kehidupan sehariku. Aku semata-mata menuntut ilmu dengan ridha Allah dan
orangtuaku.
Di awal semester genap ini aku
meminta kepada orangtuaku agar mereka mengiyakan keinginanku untuk mengikuti
les tambahan.
“Ma,
mau ikut les di GO, tadi ada sosialisasi dari pihak GO. Dia bisa bantu dalam
belajar, dengan jaminan lulus masuk perguruan tinggi favorit. Jadi kalau anak
guru dapat diskon 50% Ma. Lumayan untuk mengurangi biaya.”
“Berapa
bayarnya?” Tanya mamaku, dan aku pun langsung menerimanya brosur terkait
masalah biaya. Kebetulan mamaku adalah salah satu guru di MTs dan MA di daerah
asalnya, Kotaraja.
Mamaku sedikit lega karena adanya
diskon itu. Lumayan bisa mengurangi biaya yang mahal. Akhirnya, mamaku pun mengiyakan
permintaanku itu, tentu saja dengan persetujuandari bapakku.
Bayarannya cukup mahal, menurutku.
Tetapi orangtuaku berusaha membayar tapat waktu, karena kalau tidak, bisa
menjadi lebih mahal dari biaya awalnya. Meski meminjam kesana-kemari, akhirnya aku
dapat membayar tepat waktu.
Aku sangat kasihan melihat meraka
waktu itu. Penuh pengorbanan untuk sang anak tercinta. Aku pun bertekad untuk
dapat mengganti semua uang banyak itu dengan bersungguh-sungguh mengikuti les
dan dapat sedikit berubah dalam pola belajar maupun sikap.
“Sekarang Opik sudah masuk les.
Bayarannya sangat mahal seklai, kalau tidak mau janji dengan les itu dapat
berubah sikap,bapak tidak kasi les
lagi.”
Subhanallah.
Mulia sekali orangtuaku ini. Mereka mengabulkan keinginanku dengan tujuan agar
sikapku menjadi semakin baik dari sekarang.
“Iya,
Insyaallah pak.” Jawabku singkat.
Mulai detik itu, aku bertekad untuk
merubah sikap menjadi semakin baik. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
emas ini. Perlahan demi perlahan, sikapku sudah berubah ke arah yang lebih
baik. Tentu saja dengan tujuan aku tidak mau mengecewakan orangtuaku. Mungkin
ini cara Allah untuk merubah sikapku melalui perantara orangtuaku.
Aku semakin mendekatkan diri kepada
Allah dan orangtua. Setiap hari dalam hidupku selalu dipenuhi dengan beribadah
dan membantu kedua orang tuaku. Aku yang dulunya jika disuruh, pasti jawabnya “Sebentar
dulu Ma.” Tapi sekarang, jangankan
disusruh, tidak disuruhpun aku langsung mengerjakan kewajiban untuk membantu
mereka.
Sekarang aku sudah belajar untuk
menutup semua aurat yang mendatangkan dosa ini. Aku sekarang sudah mengenakan
jilbab. Karena aku tahu bahwa seorang anak perempuan yang sudah beranjak remaja
dan tidak menutup auratnya kelak akan mendapat siksa di alam kubur. Bukan hanya
anak itu saja, tetapi juga ibunya. Ibunya akan digantung di neraka kelak oleh
Allah SWT karena sudah gagal mendidik anaknya.
Aku selalu mengenakan jilbab jika
keluar dari rumah. Karena aku sadar, menutup aurat adalah bukan sebuah pilihan,
tetapi sebuah kewajiban seluruh muslimah yang ada di dunia ini. Dan aku tidak
mau memperlihatkan sedikit pun auratku kepada oaring yang bukan mahramku.
Karena setiap orang yang bukan mahram melihat aurat orang lain, baik sengaja
maupun tidak sengaja yang dipamerkan akan mendapat dosa, baik yang melihat
maupun yang memamerkannya. Astagfirullah. Aku tak mau mendapatkan dosa hanya
karena dengan memamerkan tubuh yang penuh dengan dosa ini.
Setiap hari aku tidak lepas dari
kitab suciku, al-Qur’an. Beribadah, dzikir dan membantu orangtuaku. Tentu saja
aku imbangi dengan belajar yang rajin dan dengan sungguh-sungguh. Karena di
dadaku sudah melekat tekad kuat.
Hampir setiap hari aku selalu berada
di tempat les, tentu saja di luar jam belajar yang ditentukan. Di sana aku bertanya
atau mengerjakan tugas dan memperdalam materi pelajaran yang belum ku mengerti. Aku sangat memanfaatkan guru-guru
yang pintar itu. Aku juga ingin pintar seperti mereka.
Sampai suatu ketika bapakku heran
kenapa aku selalu pergi les setiap hari yang sebenarnya hanya 2 kali seminggu.
“Pak,
mau pergi les dulu.” Sapaku sambil menium tangannya dan kemudian lanjutkan
dengan mencium tangan mamaku.
“Kenapa
tiap hari pergi lesnya? Bukannya 2 kali seminggu?”
“Iya,
tapi kita kan mau TST pak.”
“Apa
itu TST?”
“Kalau
ada PR atau materi yang belum kita pahami bisa ditanyakan di sana.” Jelasku.
Bapakku sebenarnya khawatir, karena
aku selalu pulang larut malam dan dia tahu itu sangat tidak baik bagiku. Dia
juga tidak mau aku yang izinnya pergi les ternyata pergi kencan bersama pacar. Tapi aku berusaha untuk meyakinkannya
dan akhirnya bapakku pun percaya. Aku jujur, aku pergi dan bukan untuk
berkencan.
“Yaudah
hati-hati. Jangan pulang larut malam.”pesan bapakku.
“Iya
pak.” Jawabku dan berjalan meninggalkan bapak dan mamaku yang tengah menonton
TV.
Melihat aku yang sering pulang larut
malam, tak jarang bapakku menjemputku sepulang les. Padahal aku mengendarai
sepeda motor sendiri. Tetapi yang namanya hati orang tua, pasti ada rasa
khawatir terhadap anaknya.
Jika bapak menjemput dan dia melihat
aku keluar dari tempat les, hatinya sangat senang, dan dia selalu senyum
kepadaku. Karena dia tahu bahwa anaknya tidak berbohong kepadanya.
Di saat sedang serius-seriusnya
belajar, dan di saat inilah Allah SWT memberiku cobaan berupa sakit. Sakit yang
melarang aku untuk tidak belajar terlalu sering. Aku disarankan untuk
beristirahat dan tidak dianjurkan untuk berpikir terlalu keras.
Aku sudah capek dengan sakit yang
menimpaku ini. Aku merasakan sakit yang teramat sangat, karena aku seperti
dikelilingi oleh ruangan tempat aku berada. Kepalaku sangat sakit dan belum
lagi rasa mual yang tiba-tiba datang. Sebelumnya aku mengira terkena penyakit
anemia, penyakit kurang darah. Dimana penderitanya merasakan pusing jika sedang
berdiri tiba-tiba. Hampir sama seperti penyakit yang aku rasakan saat ini.
Belum lagi maag yang sering sekali kambuh dan sangat menggangguku. Tetapi saat
itu aku mengira maag yang aku derita hanyalah maag biasa. Seperti kebanayakan
yang diderita orang. Aku sudah merasakan sakit ini selama berbulan-bulan.
Tetapi aku tak pernah memberitahukan tentang penyakit ini kepada orangtuaku.
Aku sudah menyerah melawan rasa sakit yang teramat sangat ini. Dan
pada akhirnya aku pun memberitahu orangtuaku tentang penyakit ini, dan aku
mengajak bapakku untuk memeriksa penyakit apa yang aku derita.
Di klinik, aku memberitahu kepada
pak dokter apa yang aku rasakan.
“Apa
yang adik rasakan? Atau keluhan adik, ayo ceritakan sama pak dokter.”
“Sering
pusing, tapi pusingnya seperti berputar gitu, terus mata sudah tidak bisa fokus.
Perut juga sering sakit, kalau belum makan sakit, tapi kalau udah makan tambah
sakit. Kalau udah kayak gitu, ndak bisa apa-apa dok, palingan Cuma bisa rebahan
aja.” Ceritaku panjang lebar dengan sedikit malu.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
pak dokter, aku pun diberitahunya penyakit apa yang aku derita.
“Oh
adik kena 3 penyakit sekaligus. Vertigo, sakit kepala, dan maag. Tapi maag yang
adik derita bukan sembarangan. Kenapa perut adik sakit kalau udah makan, itu
karena ada luka di dalam lambung adek.”
Aku sangat terkejut dengan
penjelasan pak dokter, bapakku yang duduk di sampingku terlihat biasa-biasa
saja. Tapi aku yakin, di dalam hatinya
dia pasti menangis karena mengetahui anaknya menderita penyakit yang tak
diduga.
“Lalu
vertigo itu apa dok? Tanyaku penasaran.
“Vertigo
itu keadaan dimana penderita merasakan pusing yang sangat luar biasa, penderita
merasa dikelilingi oleh ruangan tempat dia berada. Disertai dengan rasa mual.”
Aku terdiam mendengar penjelasan pak
dokter.
“Adik
sering minum obat pusing?” Tanya pak dokter sambil tersenyum kepadaku.
“Dia
tidak bisa minum obat dok, itupun kalau minum obat harus dihaluskan dulu.” Kali
ini bapakku yang menjawab, yang membuatku tertawa kecil di depan pak dokter.
“Kalau
gitu adik terlalu kuat berpikir dan kurang istirahat.”
Tebakan pak dokter tepat sekali, aku
memang kurang istirahat belakangan ini, karena banyak tugas dan ulangan yang
mengharuskanku untuk berpikir keras.
“Benar
dok.” Jawabku singkat
“Sekarang
mana di antara 3 penyakit ini yang adik mau obati terlebih dahulu? Tapi menurut
pak dokter maag yang paling sulit diobati, jadinya harus segera ditanggulangi. Baru
setelah itu vertigo dan sakit kepala.” Jelas pak dokter sambil memberikanku
kertas kecil yang berisikan apa yang harus aku lakukan dan hindari untuk
mengobati maag ini.
Di dalam hati, aku sangat
menginginkan vertigo itulah yang mendapat pengobatan khusus. Karena aku tahu
bagaimana sakaitnya jika penyakit itu datang. Subhanallah, itu sangat sakit,
belum lagi rasa mual yang membuatku mau muntah dan pusing terasa ingin
pingsan. Aku berharap hanya aku yang
mengidap penyakit seperti itu. Aku tidak mau orang lain merasakan sakit yang
teramat sangat itu.
Alhamdulillah
aku diberi kekuatan dan kesabaran oleh Allah SWT untuk menghadapi maupun
melawan penyakit itu. Aku tidak mau menjadi orang lemah. Diberi cobaan sekecil
itu sudah bermalas-malasan dalam ibadah, belajar dan membantu orangtua. Pada saat
inilah aku lebih mendekatkan diri kepda Allha SWT dan orangtuaku tentu saja aku
imbangi dengan belajar, tetapi tidak terlalu memaksakan.
Dan pak dokter memberikan obat
untukku. “Astagfirullah, ini obat atau batu kerikil? Kok besar sekali?.”
Protesku dalam hati. Tidak ada guna aku mengeluh saat itu. Toh juga aku
diharuskan untuk meminum semua obat itu. Tak lama, aku dan bapak pun pulang, tentu
saja berterimakasih kepada pak dokter.
Semua obat itu harus aku minum
setiap hari. Saat itu pun aku mulai belajar untuk minum obat, karena aku tak
mau diganggu oleh penyakit-penyakit itu lagi. Dan aku mencoba untuk menuruti
semua aturan yang disarankan oleh pak dokter.
Selang beberapa hari, sebagian obat
habis olehku,kecuali obat untuk sakit kepala, karena harus diminum jika sakit
kepala datang. Dan alhamdulilah aku merasakan sedikit perubahan, sekarang
penyakit-penyakit itu jarang mendatangiku.
Aku rasa semua penyakit itu sudah
tidak lagi menggangguku. Dan aku kembali dengan aktivitas belajar seperti
biasa, selalu berpikir keras. Karena
tak lama lagi akan ada ulangan kenaikan kelas.
Aku semakin giat belajar, mengulang
semua penjelasan yang sudah diajarkan oleh guru-guruku, dan jika ada materi
yang aku belum pahami aku selalu menanyakannya kepada guru lesku.
Dua hari menjelang ulangan semester
aku belajar semampuku, belum lagi ada les tambahan untuk persiapan menghadapi
ulangan kenaikan kelas. Aku sangat antusias mengikuti semua les tambahan itu,
meski aku sangat capek karena sangat kurang istirahat.
Tak jarang penyakit vertigo itu
datang lagi ketika aku sedang serius-seriusnya belajar. Tapi aku tak mau
menyerah, aku menyempatkan waktu untuk beristirahat meski hanya beberapa menit
saja. Dan melanjutkan belajar kembali jika aku rasa cukup.
Aku tak mau menjadi orang yang lemah
saat ini, hanya karena penyakit yang tidak seberapa itu. Aku tahu bahwa banyak
orang di luar sana yang menderita
penyakit mematikan dan dia sangat kuat menjalankan hidupnya. Jika kita berusaha
dan tawakal kepada Allah, insyaallah Allah akan membantu kita. Aku berusaha
minum obat dengan teratur, aku berusaha tidak memaksakan kerja otakku, dan aku
berusaha untuk tidak capek supaya penyakit itu tidak mengusikku lagi. Tak lupa
aku berdo’a kepada Penciptaku agar penyakit itu hilang dari tubuhku. Aamiin.
Hari demi hari aku lalui dengan
terus belajar, belajar dan belajar tak lupa juga aku imbangi dengan ibadah. Tak
terasa ujian semesternya sudah usai. Dan pada akhir semester ini aku berharap
semoga hasil dari jerih payahku selama memuaskan dan dapat membuat bangga kedua
orangtuaku.
Aku tak sabar menungga hasil nilai
belajarku selama ini. Hari demi hari, jam demi jam, dan detik demi detik aku
lewati dengan penuh rasa penasaran. Seraya aku berdo’a agar hasilku kelak
sesuai dengan harapanku selama ini. Aku ingin membuat bangga kedua orangtuaku
yang susah payah telah megabulkan keinginanku untuk les di tempat yang aku
impikan selama ini. Aku tak mau membuat mereka kecewa seperti dulu. Akan aku
buktikan, aku sekarang adalah sosok pribadi yang baru, yang tidak mengecewakan
mereka lagi seperti halnya dulu.
Dua minggu berlalu, dan akhirnya
tiba juga saat yang ku nanti-nanti. Hari dimana penentuan apakah aku naik kelas
atau malah tidak. Tapi aku yakin pasti naik kelas! Hari dimana aku tahu nilai
yang sudah aku kumpulkan selama ini. Menandakan bahwa aku sudah mengerti dan
paham dengan semua pelajaranku.
Hari itu aku berangkat sekolah
dengan senyum sumringah yang penuh semangat. Tak lupa aku berpamitan kepada
orangtuaku. Aku ingat betul pada waktu itu mamaku menyuruh aku untuk menyapu
lantai ruang tengah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06.55 yang
menandakan bahwa sebentar lagi semua acara di sekolah pada saat itu akan
dimulai. Dengan senang hati, aku mengerjakan perintah mamaku.
Setelah bersih, baru aku berpamitan
kepadanya dan mengucapkan “Ma,
sekarang pembagian raport, do’ain supaya bisa dapat juara. Berangkat dulu Ma.”
Sambil mencium tangannya dan meninggalkan mamaku yang sedang bersih-bersih
rumah pada saat itu.
Sesampai di sekolah, aku melihat orang-orang tengah
menonton pertandingan terakhir classmeeting
pada semester ganjil ini. dan teman-temanku pun bertanya, “Kenapa terlambat
datang Haz?” “Udahku bantu mamaku tadi.”
Jawabku sambil tersenyum dan duduk di samping mereka.
“Gimana?
Udah siap?” tanyaku penasaran kepada mereka semua. “Deg-degan aku, tapi
Insyaallah sih.” Jawab seorang dari mereka. “Kamu gimana?” “Iya Insyaallah
juga.” Sebelum pembagian raport aku meminta do’a restu kepada mama dan bapakku
yang kedua kalinya. Aku mengirimkan mereka sebuah SMS “Ma, Pa, do’ain supaya
nilai bagus dan dapat ranking bagus juga.” Kedua orangtuaku pun membalas dengan
“Iya, Insyaallah dapat.” “Iya, pasti dapat. Jangan lupa berdo’a dan ingat
kepada Allah.” Kedua orangtuaku sangat yakin aku akan mendapat peringkat yang
bagus.
Sampai juga pada waktu pembagian
raport. Waktu itu, wali kelasku mengatakan kepada kami semua bahwa semester ini
kelasku tidak dapat peringkat umum, tidak seperti tahun lalu. Mendengar kabar
buruk itu, aku langsung tertunduk pasrah dan tidak percaya, karena besar harapanku
untuk bisa mendapatkan peringkat umum itu. Perasaanku saat itu bercampur aduk.
Rasa kecewa ditambah dengan rasa penyesalan dan tidak percaya.
Dan pak guru pun membacakan
peringkat kelas, tetapi dari peringkat 10. Satu demi satu nama sudah disebutkan.
Aku takut dan khawatir kalau namaku tidak ada pada ke 10 peringkat itu.
“…Peringkat 2 kelas diraih atas nama Bq.Linda Ayu Kusuma Wardani.” Diiringi
dengan tepuk tangan teman yang lain. Hatiku pada saat itu bedetak kencang, terasa
mau copot.
“Dan
yang peringkat pertama adalah…… IRMA SAUFI HAZ!”
“Oh my God! Apa aku tidak salah
dengar? Akpakah benar aku? Alhamdulillah.” tanyaku. Di dalam
hati, aku mengucap syukur kepada Allah SWT. Aku langsung membaca Al-Fatihah
waktu itu. Berterimakasih kepada kedua orangtuaku yang sudah mendo’akanku. Pak
guru memberi aku selamat atas prestasi yang ku raih. Tidak lupa memberi nasihat
agar tidak berhenti untuk belajar supaya bisa lebih baik dari sekarang ini.
Ketika sedang asyik duduk-duduk
sambil menonton televisi, aku bercerita kepada mamaku, aku ingin seperti
teman-temanku. Tetapi aku juga tak mengerti bahwa orangtuaku juga sedang
kesulitan ekonomi dan wajar saja jika mereka tak menuruti kemauanku. Tetapi
hampir semua kemauanku dipenuhinya. Tetapi keperluan penting saja. Sedangkan
keperluan yang kurang penting dibelakangkan.
“Tidak boleh melihat ke atas, nak.
Biarkanlah mereka hidup dengan mewah karena mereka mampu. Nah kalo kita, kita
cukuplah hidup dengan sederhana, tetapi hati kita kaya dengan ilmu. Jangan
turuti mereka yang bermewah-mewah tetapi ilmunya kosong. Kalau melihat keatas
terus, nanti kita tak sadar bahwa impian kita itu melebihi kemampuan kita.
Tetaplah melihat ke bawah, nak. Karena masih banyak orang yang kurang dari
kita. Masih banyak orang yang ingin hidup seperti kita, tetapi tidak mampu. Dan
mereka bersyukur dengan nikmat yang diberi olah Allah, dan mereka berusaha agar
bisa mempunyai nasib seperti kita. Bersyukurlah!.”
----oo----
Sekarang aku berumur 16 tahun. Pada
usia ini seseorang sedang meranjak remaja. Remaja, tidak lepas dari kata
“asmara”. Ya asmara! Tentu saja aku sudah mengalaminya.
Sejak pertama masuk SMA, aku
langsung jatuh cinta kepada seseorang. “Love in the first sight” atau “Cinta
pada pandangan pertama”. Cinta pertamaku pada masa putih abu-abu ini adalah
kakak senior gugusku. Rangga Ramdhani Hakim. Kak Angga sapaan akrabku untuknya.
Kami saling suka satu sama lain
sejak pertama bertemu. Tetapi saat itu kak Angga dan aku sedang menjalin kisah
cinta dengan seseorang. Kami berdua saat itu sudah punya pacar. Rasa suka itu
pun terkubur dalam hati.
Setelah sama-sama sendiri, kak Angga
mendekatiku. Awalnya cuma SMS biasa. Tetapi lama-kelamaan berubah menjadi SMS
serius. Karena sudah ada benih cinta di hati kami masing-masing. Tak mau menunggu
lama, kak Angga pun ingin aku jadi pacarnya. Padahal kami melakukan pendekatan
selama 3 hari. Waktu yang singkat untuk mengenal satu sama lain. Kami pun
menjalin hubungan lebih dari teman, yah kami pun pacaran. Awal pacaran, aku
malu-malu karena tak terbiasa dengannya. Tapi lama kelamaan, aku tak malu lagi.
Karena dia juga tak malu denganku.
Hari-hari yang kami jalani dengan
hubungan baru ini sangatlah indah. Setiap harinya dipenuhi dengan kata cinta
dan sayang dari kak Angga. Dia sangat perhatian kepadaku. Dan setiap harinya
selalu ada kenangan indah yang kami ukir berdua. Susah dan senang kami lalui
bersama. Tak terasa hubungan kami sudah berbulan-bulan.
Aku sangat sayang kepadanya. Dia
juga sangat sayang kepadaku, ungkapnya. Selama pacaran, aku tak pernah main
dengan laki-laki lain. Aku mengira kak Angga juga akan begitu kepada karena dia
sayang. Tetapi itu semua hanyalah harapan dan keinginanku yang tak dipenuhinya.
Aku berharap jika dia benar-benar sayang kepadaku, dia tidak akan main dengan
perempuan lain. Tetapi semuanya sia-sia! Ternyata kak Angga main dengan
perempuan lain. Aku sedih dan kecewa mengetahuinya. Akhirnya aku memilih untuk
berpisah. Tetapi aku masih sayang.
Karena aku masih sayang, ketika dia
mengajak aku untuk kembali lagi aku pun mau. Karena dia berjanji tidak akan
mengulang kesalahannya lagi. Tetapi tak lama, kami kembali berpisah karena hal
yang tidak jelas dan aku tak mengerti
dengan hal itu. Aku mau-mau saja, karena pada saat itu aku sudah lelah pacaran.
Aku pun sendiri. Tiba-tiba datang
sesosok lelaki yang tak pernah aku sukai sebelumnya. Berawal dari twitter, yang
seterusnya sampai pada suka. Pada saat itu, aku tak mengira bahwa dia akan suka
kepadaku. Padahal aku saat itu tak terlalu menganggapnya serius.
Sampai suatu ketika, dia pun
menyatakan perasaannya kepadaku. Entah karena apa, aku menerima tawarannya
untuk menjadi pacarnya. Tetapi hubunganku kali ini sangatlah singkat. Hanya
menghitung hari. Dan kabar kedekatanku dengan laki-laki itu sampai di telinga kak
Angga. Dia sangat kecewa denganku. Saat itu dia mengatakan bahwa dia masih
sayang kepadaku. Dia tak berani mencari perempuan lain karena rasa sayang itu.
Tetapi aku dengan begitu gampangnya menjalain hubungan dengan laki-laki lain.
Padahal saat itu aku juga masih sayang kepadanya. Mungkin hubungan yang singkat
itu hanyalah pelampiasan semata.
Sejak saat itu, Kak Angga yang
dulunya hampir setiap hari SMS aku, sekarang tidak lagi. Dia pun menjauh
dariku. Menghilang dari hadapanku. Dan aku tak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi
aku masih sayang sama dia, tapi di sisi yang
lain aku sangat kecewa dengan keputusannya itu.
Kak Angga pun kembali SMS aku, dan aku
merespon. Dia kembali SMS hampir tiap hari. Pada waktu itu aku tak tahu
maksudnya apa. Tetapi aku hiraukan. Tepat pada malam lebaran kemarin, kak Angga
mengajak aku kembali kepadanya untuk yang kedua kalinya. Entah karena kasihan
atau aku masih sayang, aku pun kembali menerimanya. Dan dia pun berjanji untuk
yang sekian kalinya, bahwa dia tidak akan mengulagi kesalahannya lagi. Aku pun
terbuai dengan janji manis itu.
Betapa
bodohnya diriku. Aku mau saja dibohongi untuk yang kesekian kalinya oleh orang
yang sama. Orang yang aku sayang. Aku telah terhipnotis oleh sihir cintanya Kak
Angga. Aku maunya saja disakiti, dibohongi dan dihianati olehnya. Mungkin
karena sihir cintanya terlalu kuat sehingga mematika syaraf-syaraf yang ada di
otak dan hatiku.
Tetapi
hubungan itu tak berlangsung lama. Karena aku tahu bahwa lagi-lagi dia
membohongiku. Aku pun cepat mengambil tindakan. Aku memilih untuk berpisah yang
ketiga kalinya. Sampai saat ini, Kak Angga tak pernah SMS aku. Tapi aku sangat
berharap dia akan SMS aku kembali seperti yang dulu. Tetapi itu hanyalah sebuah
harapan yang terpendam.
Jika
waktu bisa diulang, aku ingin mengulangnya. Aku ingin mengulang ketika aku baru
mengenal cinta, terutama dengan kak Angga. Jika aku tahu bahwa cinta ini akan
membuatku menderita seperti ini sampai mengganggu ketenanagan hatiku, aku tak
akan mau menjalin hubungan cinta ini. Tetapi jika aku tahu bahwa Kak Angga
memperlakukan aku seperti ini, aku akan merubah sikap dan sifatnya dan akan ku beritahukan
kepadanya bahwa aku sayang. Aku akan menyadarkannya. Tetapi itu sangat mustahil
terjadi.
Sumber : Irma Shaufi Haz - My Sister